Pernah kehilangan sesuatu, seseorang atau apa pun yang kamu anggap penting? Aku yakin pasti udah pernah meskipun yang hilang itu hanya flashdisk atau bolpoin. Kalau saya sih nggak hanya sekali, tapi bertubi-tubi.
Rasanya? Jangan tanya deh, seperti orang putus cinta, hahaha.... Nggak enak makan dan tidur, ingin marah, nangis. Sebal dengan diri sendiri bahkan meratapi kehilangan itu hingga berhari-hari. Hiks!
Meski itu hanya sebuah syal? Ya, aku masih ingat ketika barang yang semestinya terlilit di leher justru nongkrong di atas tas yang terselempang di pundak. Dengan santainya melenggang turun dari kereta di stasiun Bandung tanpa menyadari benda peninggalan seorang kawan yang kudapat tahun lalu itu melayang dengan suksesnya entah ke mana. Sialnya, baru kusadari benda kesayangan itu lenyap setelah menikmati secangkir kopi di kafe ruang tunggu stasiun.
''Tolong tanyain portir yang lewat di jalur ini. Harganya sih nggak seberapa tapi syal itu sangat berarti bagi saya,'' ujarku pada portir yang bersedia membantu mencarikan syal asal Lombok.
Ternyata aku nggak berjodoh karena syal itu tak pernah kembali. Ya sudah relakan meski kecewa. Setidaknya aku udah berusaha menebus keteledoranku dan kelalaianku dengan mencarinya.
***
BISA jadi saya pantas dikutuk menjadi keledai karena seringkali melakukan kesalahan yang sama. Kejadian itu terulang lagi dengan syal warna merah asal Badui pemberian kawan. Mungkin saja jatuh ketika harus terburu memacu si merah ketika menuju kampus untuk kuliah pagi. Aku yakin benda itu udah kumasukkan dalam tas. Dan tas itu kebetulan juga kupakai saat kehilangan syal di Bandung. Betapa bersejarahnya tas yang udah menghilangkan dua syal itu.
Nggak hanya itu, beberapa kali ponsel juga lenyap. Pun dengan barang yang lainnya: lupa karena tak diambil saat menaruhnya di anjungan ATM, atau tertinggal di bangku yang sebelumnya kududuki. Aku jadi heran, kira-kira apa yang kupikirkan saat itu hingga melupakan barang-barang yang kupunya.
Aku sadar kalau kehilangan tak terelakkan itu akibat ulahku sendiri, meski sejatinya terjadi tanpa kusadari. Lantas gimana ketika kehilangan itu disadari dengan sepenuhnya?
Aku pernah. Tepatnya ketika itu berkaitan dengan prinsip dan keyakinan hati. Saya sih selalu bilang: ''Take it or leave it dengan segala konsekuensinya.''
Yap, dan saya sering memilih pergi dengan atau tanpa kekhawatiran dengan sok yakin pilihan kehilangan itu kemudian akan membuahkan penemuan baru. Sesuatu yang baru yang ''harganya'' sama bahkan lebih dengan apa yang kuhilangkan.
Pada akhirnya aku sih percaya saja bahwa di balik kehilangan akan selalu ada sesuatu yang bakal ditemukan. Tapi, itu sebenarnya hanya keyakinan subjektif yang hingga kini kupelihara yang (mungkin) sekadar untuk menenangkan hati.
Jadi relakan saja dan tunggu hal baru nongol.
Meskipun hanya menemukan
tempat curcol untuk menghilangkan “bandit” itu dari otakmu. Lumayan, kan?!..heehee.
Komentar