Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2011

Tiga boks tissu, dengan dua SS

h: betapa perempuan itu diberi intuisi yang kuat. aku kadang masih berpikir soal gift itu b: gift nostalgia? what? h: intuisi b: apa soal intuisi itu? h: iya b: ???? kamu punya intuisi apa? h: soal bocah itu. ehh..kok pembicaraane balik maning..balik maning b: apa? h: balik maning ning bocah kuwi...haaaaaaaaa. ga tahu ya, sepertinya kalau belum benar-benar clear. aku   tidak akan bisa berpikir normal...hahaaaaaaa b: ya jangan pakai clear dong. pakai emeron atau shampoo lainnya aja h: hayah b: kok bisa nggak normal maksude piye? h: belum fokus b: tapi gpl. gak pake lama, kan? h: i wish b: i fulfill your wish. i wish, i kiss, i miss, i piss h: huuuus b: nek gak bisa mbuka, nanti-nanti aja. tapi yakin deh, ciamik jaket itu. pembicaraan kita tentang taruhan belum selesai loh. ayo tuntaskan! dan sex appealmu bakal kemilau. DEAL? h:hayah...ya, deal! pokoke jaket b: berarti giliranku. kalau kamu nangis: tiga boks tissu TESSA, ingat merek TESSA, tiga warna: merah, kuning, biru. sepakat? h: bo

Kisah Pemburu Angin

--> ”Matanya pusaran beliung dari kabar-kabar negeri ujung. Ia datang tanpa genderang Matamu penuh lukisan berwarna sephia muram yang menggumam. Geletarnya sampai ke sungsum dan si pemburu angin itu teperdaya tanpa luka untuk diriku sendiri.” Itu sajak untukmu... Dia berdiri sembari mengumbar senyum. Tulisan besar ''Hardrock Hotel'' tertimpa pendar cahaya itu memucatkan wajahnya. Namanya ? Ah, aku lupa siapa. Tapi wajah dan bibir itu selalu muncul tersapa. Dari bibir mungilnya keluar kalimat, ''Siap?'' Dan perbincangan dengannya, di bawah siraman lampu berpendar-pendar hotel mewah itu meluncur dengan deras. Santai dan banal. Perempuan itu sejak lama menginginkan dirinya bisa jadi langsing. Dia bercerita bagaimana repotnya melakukan itu. ''Nggak gampang loh Mas. Aku berkorban banyak. Salah satunya adalah dengan begadang terus-menerus hingga berbulan-bulan.'' Kalimatnya muram. Tapi guris senyum te

bila...

katakan bila tanpa perlu menjadi pendusta sebab semua bisa jadi perkara tidak hanya untukmu tapi juga dia katakan bila  tanpa perlu bilang perantara yang sesekali justru menyiksa katakan bila ==== otakku dipaksa otakku mengembara kemana? tidak perlu dicari datang sendiri you make me high this words still the same day sept 25th

Pyaaaarr...!!!

Pyaaaarr...!!! Vas yang tadinya berada di meja pojok ruangan itu berubah menjadi keping-keping dan berserakan di sekitar ruangan kamu..kamu..kamu lagi!! coba kamu hitung udah berapa kali kamu pecahin vas kesukaanku?!! dan si tertuduh bersikap seperti biasa, diam tak bergeming. ekspresi kemarahanku dengan mata melotot dan penuh dendam justru disuguhi tampang innocent memenuhi raut mukanya yang jelas-jelas bikin aku sepet saat itu hanya diam dan tak sekalipun memberi alasan kenapa vas kesukaanku itu bisa berantakan di lantai. seingatku sudah tiga kali kamu melakukan hal yang sama pada vas-vas ku sebelumnya tak tahu lagi bagaimana harus mencari jawaban jelas membuat aku meradang hingga kepalan tangan kananku maju ke arah wajah tanpa ekspesinya. muka dan badan  limbung ke kiri. ak ada perlawanan. hanya diam mungkin ini yang kamu inginkan? aku tidak minta kamu mengganti vas kesukaanku, atau meminta pertanggungjawabanmu di depan meja hijau. aku hanya ingin tahu kenapa vas itu bisa p

Mereka dalam Hati

"Ma, kenapa kita nggak pasang bendera kayak Ilham?," si ibu hanya terdiam tak berucap. Mungkin saja karena ia sedang berpikir kapan terakhir kali memasang bendera di depan rumahnya. Atau memikirkan tiang bendera yang nggak ada di depan rumah. Atau kebingungan mengingat  dimana dimana bendera yang udah lama banget nggak pernah dipasang saat 17-an itu tersimpan. "Memangnya kenapa Ma?," Serbuan pertanyaan bocah tetangga berusia delapan tahun itu juga membuat aku kembali mengingat bendera dua warna kebanggaan Indonesia. "Kapan  ya terakhir kali mengikuti upacara bendera 17 Agustus?," tanyaku dalam hati. Yang jelas sudah luamaaa sekali. Tepatnya, jelas saja aku lupa. Tapi kalau di runut lagi, kira-kira selepas SMA aku tak pernah merasakan lagi siksaan upacara. Kok siksaan...? ya, iyalah... Mungkin karena tubuhku yang mungil jadi semua menuntutku untuk selalu berada di depan. Baris yang sangat tidak mengenakkan karena harus tersiksa deng

Succes is a Journey

Gimana memaknai sebuah kesuksesan? Pertanyaan itu seringkali meluncur dari obrolan teman-teman. Kalau dipikir umur segini apa yang udah dihasilkan? Wong gayus aja baru kepala tiga nggak cuman punya anak istri, tapi juga punya banyak rumah, tanah dan deposit milyaran rupiah. Di atas langit masih ada langit. Dan gayus kelihatan nggak sesukses Nazaruddin. Bayangin aja, laik-laki yang pernah menjadi buron KPK dan bikin gonjang-ganjing negara itu punya banyak perusahaan  dengan tender seabrek. Hartanya bikin kita puyeng membayangkan di usia 33. Itu pencapaian luar biasa meskipun kita tahu bukan dengan cara-cara yang biasa...hehee Sebenarnya nggak cuman mereka berdua. Banyak orang dibilang sukses karena punya nama besar dan harta melimpah. Dan berlomba-lomba menuju kesana. Kalaupun nggak sanggup, paling tidak cuman bisa membayangkan ”A ndai aku jadi orang kaya....” Tentu saja itu makna kesuksesan yang bisa dilihat dengan kasat mata. Harta berlimpah dan berharap nantinya mati

Sajak Celana Dalam

*** Aku tak suka bercelana dalam Bagaimana bisa celana dalammu kupinjam Lebih baik, kau telanjangi aku Untuk tahu *** Kekasihmu memang berwarna ungu Kekasihku tidak bercelana dalam Apalagi warna ungu Bagaimana bisa kau menuduhku memakai celana dalam kekasihmu? Jangan mengharu-biru *** Kau, pemilik celana dalam yang muram Mari pandangmu kutikam Mari isi celana dalammu kutikam Dengan pedang panjang Yang dibawa pelaut petualang Mari bercinta, wahai kau *** Wahai sang petualang senjatamu telah hilang bersama kebesaran Wahai sang petualang ketajaman pedangmu telah tenggelam sarung pedangmu kini berteman sepi meratapi isi yang mati Jadi, bagaimana lagi cara kau berperang? *** Aku butuh seorang dewi Peniup udara ke batu ke api Biar hidup segala cerita Biar tak redup segala lentera Kaukah dewi Yang selalu berlalu Ketika sepi Membatu *** Aku bukan Banowati yang menanti hati dari Ajuna yang kadang jumawa Pun bukan Dupadi yang kau puji ketik

after midnite....

after midnite.... h : kau tanya aku lagi apa? b : aku lagi.........menggambar wajahmu di udara b : garis-garisnya bagai kabut b : menepi b : memusat b : ke sudut-sudut asing h : hayah b : apakah sepi memagutmu..??? h : embuh b : lah diberi puisi kok cukup hayah h : hihiii kapan sich loe bisa serius??? hayaaaahh......hahaaaaa

Menyulam kain sobek

Suatu malam bertemu dengan seorang kawan lama Kami pun kemudian bercerita banyak hal tentang apa yang sudah kami kerjakan Hingga, tiba-tiba temenku berbicara soal intuisi "Intuisi kalau ditelusur memang jadi fakta. Itu pelajaran jurnalistik nomor 4. Dan kamu sudah jadi JURNALIS PERKHIANATAN," cerocosnya. "Weeeek, apa itu artinya," tanyaku Dengan entengnya dia jawab... "Gampang kok, wartawan pencari fakta tentang pengkhianatan,"sambil terkekeh. "Jurnalis pengkhianatan mencari jarum dan benang untuk menyulam kain yang sobek.... Hmmm.. Akupun terdiam sesaat *** Dan terompet itu... Terakhir bersua, aku masih melihat terompet itu. Masih tergeletak di meja kamarmu. Masih berada tepat disaat terakhir aku menaruhnya. Terompet itu adalah terompet naga yang kau bunyikan dimalam terakhirmu....