Langsung ke konten utama

Bersandar di Batu Karang


menulis katanya adalah sebuah perjalanan

dan sekarang  malah bersandar di sebuah batu karang
tanpa memedulikan perjalanan masih panjang di depan

memilih berhenti (entah sesaat) karena tak tahan dengan pemandangan 
hanya sesekali melihat  matahari jingga di ujung cakrawala...
selebihnya..badai

bertahan dengan berhenti dan bersandar mungkin jalan  terbaik
(untuk sesaat)
tapi sampai kapan tubuh  terus bersandar...

membuat tangan dan kaki  kelu untuk sekadar bergerak menggores dan memaknai kata
entah...

Suatu ketika nama Natalie Goldberg muncul di depan mata
"Writing Down the Bones"

Di batu karang ini... mencoba mencari keheningan
mengalirkannya dalam kata untuk menciptakan makna...mengikatnya dan mengabadikannya

menjadi diri..pribadi
seperti sungai jernih mengalir lepas diantara riak
hingga bermuara ke danau tenang untuk sekadar diam

Tapi dalam diam itu tanpa disadari ada sebuah sisi dalam diri yang seringkali tak pernah ditemukan

And Natalie said :
If everything sat down, u expected sumthing gr8
writing would always be a gr8 disappointment...

In writing, when u're trully on, there's no writer, no pen, no thoughts. Only writing does writing-everything else is gone...

We must continued to open and trust in our own voice n process...

Let ur whole touch the river u writing about, so if u call it yellow or stupid or slow, all of u is feeling it.
There should be no separate u when u're deeply engaged...


-stuck in a moment but i cant get out-
ketika semua tidak berjalan
November rain n December still










Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Negeri Dongeng #3

Sophia memanggut. Pikirannya menjelajah ruang batin. Mencoba berpikir ulang. Mempertanyakan lagi perjalanan malam itu.  "Untuk Apa..." batinnya. Bukan untuk pria Jamaica, bukan untuk singkapan masa lalu. Entah.... yang terlintas di benaknya pada saat itu hanya satu.  "Untuk Thomas..? ."  Tidak. Batinnya menyanggah. Ini karena sepenggal kata. Tapi... Semua yang tak pernah terpikirkan terjadi. Sophia tak mampu menahan diri. Seperti apa akhir cerita itu. Sophia tidak pernah tahu. Thomas bergeming. Sophia pun tak pernah bertanya. Dan Thomas juga tak pernah mengisahkan akhir kisahnya. Semua lenyap seketika.  Ditelan malam. Gelap. Di hempas kemarau panjang. Kering. ****

Kisah Negeri Dongeng #2

Thomas menajamkan mata. Tubuhnya tertuju pada lukisan batu. Sepeminum teh, bibirnya tersungging. Senyum. Kepala sesekali memanggut. Menggeleng. Senyumnya melebar. Kakinya mundur beberapa langkah. Berdiri tegak. Menggatupkan kedua tangan di dada. Menutup kedua Kelopak mata. Lalu Terdiam. Terpaku hikmat bersama masa lalu untuk sekian waktu. Mendekat. Tangannya meraba lukisan batu. Mengelus penuh makna. Dia terpana. Takjub keindahannya. Kisahnya. Lalu Terdiam. Kemudian duduk bersila. Merogoh kantong yang selalu dibawanya. Mengambil lintingan tembakau. Menyulut api. Kepulan asap hisapan pertama memendar ke segala penjuru. Terterpa angin menghempas lukisan batu. Sisanya menyembul di sela bibir.  Setelah hisapan ketiga, lintingan itu menyisip di sela katupan bibirnya. Tangannya meraih bungkusan kecil berwarna putih. Di buka. Tangan kanan mengambil bongkahan warna coklat sebesar kerikil. "Ini simbol cahaya. Amber. Di sinilah kehidupan dimulai. Memancar. Menerangi ke segala penjuru,...

Kau..Juli

Juli Masa dimana harus menutup luka Waktu meniup nyawa penghilang duka Juga saat lara itu tiba Juli Tak banyak kata Hanya garis lengkung ungkapan rasa muncul tiba-tiba..itu asa Juli Nestapa Bahagia Semu sementara Juli Kau habiskan dengan terlunta July 22th.. In the middle of the nite