Ini perjumpaan pertama. Jarum jam menunjuk angka 11. Malam. Hawa dingin menusuk menyusup ke tulang merangsek di sela sweater.
Bibir Sophia bergetar menahan terpaan angin malam. Tangannya mencari penghangat. Ke dua ujung lengan sweater ditariknya membungkus jemari.
Nyala lampu jalan sesekali menyambar gelap di sepanjang jalan yang dilewati bersama Thomas. Seperti sambaran rengkuhan tangan kiri lelaki yang baru ditemuinya.
"Biar hangat," jelasnya singkat.
Sophia menarik tangannya menjauh. Jengah. Dia tak terbiasa dengan itu.
"Kenapa ?" Thomas penasaran.
"Nggak....." Sophia menjawab singkat.
Sekiranya hanya 15 menit sebelum tiba di tempat simbol perlawanan pernah menjejakkan kaki di bangunan berlantai coklat itu...
Thomas mulai mendongeng.
Tentang cerita perjalanan lelaki tampan kelahiran Jamaica menemukan negeri tapak tua.
Meluncur dari bibir Thomas. Menemani perjalanan di tengah malam menuju negeri temuan. Sebuah tempat yang kini masyur seantero bumi dan diakui dunia. Berkali-kali Thomas menyebut kalimat itu.
"Sophia, tahukah kamu bahwa perjalananmu malam ini sama dengan perjalanan ribuan tahun lalu," untaian kalimatnya terasa indah. Tersusun rapi.
"Apa itu, Thomas?" tanya Sophia
Thomas terdiam sesaat. "Bahwa ribuan tahun lalu lelaki Jamaica itu..."
Kalimat terus meluncur. Tangan kanannya sesekali seolah menari memainkan irama cerita.
Thomas mengajak Shopia bergulat dengan waktu. Ketika dia mengibaratkan perjalanan Sophia ini serupa dengan pria Jamaica berkharisma. Wajahnya rupawan. Setidaknya itu pendapat Sophia dari foto yang dilihatnya.
Diantara deru suara mesin kendaraan melewati gelap. Thomas mengisahkan perjalanan itu. Membagi kisahnya kepada Sophia yang menyimak dari balik punggungnya.
Sophia sesekali harus mengibas rambut Thomas yang terurai. Tertiup angin malam.
"Perjalanan pria jamaica membuka ilalang yang menutup sejarah kebesaran masa lalu."
Sekali lagi. Dongengnya malam itu mengajak otak Sophia memutar tombol mesin waktu. 1800an, ketika pria jamaica itu mengutus 200 orang pekerja khusus untuk menjawab rasa penasaran pada kisah keagungan batu batu yang begitu memukaunya.
Hikayat negeri yang terkubur ilalang ratusan tahun timbul tenggelam di setiap obrolan.
"Tapi bagiku, tempat itu masih menyisakan ilalang." Tegas Thomas.
Baginya, kisah kisah penggalan sejarah yang kini diakui sebagai pengetahuan masih menjadi tanda tanya besar untuk dicari jawabannya.
"Sisa ilalang itu musti disingkap untuk membuka mata dunia."
Bukan untuk khayalan dan imajinasinya. Itu alasan lelaki pemuja ganesha yang mengaku ragu dengan kebenaran yang diyakini banyak orang.
Ya, seperti pria Jamaica itu, perjalanan Thomas ingin melampiaskan dahaga pengetahuan di tapak tua. Mencari jawaban. Untuk sebuah pembuktian.
Dalam pengembaraan. Entah berapa lama. Berkelana mencari jawaban.
Seperti apa perjalanan itu. Bersama siapa. Bertemu apa saja. Sophia tak pernah tahu. dan tidak ingin tahu.
***
Bibir Sophia bergetar menahan terpaan angin malam. Tangannya mencari penghangat. Ke dua ujung lengan sweater ditariknya membungkus jemari.
Nyala lampu jalan sesekali menyambar gelap di sepanjang jalan yang dilewati bersama Thomas. Seperti sambaran rengkuhan tangan kiri lelaki yang baru ditemuinya.
"Biar hangat," jelasnya singkat.
Sophia menarik tangannya menjauh. Jengah. Dia tak terbiasa dengan itu.
"Kenapa ?" Thomas penasaran.
"Nggak....." Sophia menjawab singkat.
Sekiranya hanya 15 menit sebelum tiba di tempat simbol perlawanan pernah menjejakkan kaki di bangunan berlantai coklat itu...
Thomas mulai mendongeng.
Tentang cerita perjalanan lelaki tampan kelahiran Jamaica menemukan negeri tapak tua.
Meluncur dari bibir Thomas. Menemani perjalanan di tengah malam menuju negeri temuan. Sebuah tempat yang kini masyur seantero bumi dan diakui dunia. Berkali-kali Thomas menyebut kalimat itu.
"Sophia, tahukah kamu bahwa perjalananmu malam ini sama dengan perjalanan ribuan tahun lalu," untaian kalimatnya terasa indah. Tersusun rapi.
"Apa itu, Thomas?" tanya Sophia
Thomas terdiam sesaat. "Bahwa ribuan tahun lalu lelaki Jamaica itu..."
Kalimat terus meluncur. Tangan kanannya sesekali seolah menari memainkan irama cerita.
Thomas mengajak Shopia bergulat dengan waktu. Ketika dia mengibaratkan perjalanan Sophia ini serupa dengan pria Jamaica berkharisma. Wajahnya rupawan. Setidaknya itu pendapat Sophia dari foto yang dilihatnya.
Diantara deru suara mesin kendaraan melewati gelap. Thomas mengisahkan perjalanan itu. Membagi kisahnya kepada Sophia yang menyimak dari balik punggungnya.
Sophia sesekali harus mengibas rambut Thomas yang terurai. Tertiup angin malam.
"Perjalanan pria jamaica membuka ilalang yang menutup sejarah kebesaran masa lalu."
Sekali lagi. Dongengnya malam itu mengajak otak Sophia memutar tombol mesin waktu. 1800an, ketika pria jamaica itu mengutus 200 orang pekerja khusus untuk menjawab rasa penasaran pada kisah keagungan batu batu yang begitu memukaunya.
Hikayat negeri yang terkubur ilalang ratusan tahun timbul tenggelam di setiap obrolan.
"Tapi bagiku, tempat itu masih menyisakan ilalang." Tegas Thomas.
Baginya, kisah kisah penggalan sejarah yang kini diakui sebagai pengetahuan masih menjadi tanda tanya besar untuk dicari jawabannya.
"Sisa ilalang itu musti disingkap untuk membuka mata dunia."
Bukan untuk khayalan dan imajinasinya. Itu alasan lelaki pemuja ganesha yang mengaku ragu dengan kebenaran yang diyakini banyak orang.
Ya, seperti pria Jamaica itu, perjalanan Thomas ingin melampiaskan dahaga pengetahuan di tapak tua. Mencari jawaban. Untuk sebuah pembuktian.
Dalam pengembaraan. Entah berapa lama. Berkelana mencari jawaban.
Seperti apa perjalanan itu. Bersama siapa. Bertemu apa saja. Sophia tak pernah tahu. dan tidak ingin tahu.
***
Komentar