Langsung ke konten utama

Something in The Air...


Tugas  kuliah yang kukumpulkan beberapa hari lalu masih saja terngiang. Terutama kalimat pertama yang kutulis ketika menelaah buku Communication and Human Behaviour Brent D. Ruben,Professor komunikasi dari Rutgers University ini. 

“Setiap manusia berkomunikasi dengan atau tanpa disadari seperti halnya  bernafas.”  Sesederhana itu? Tentu saja tidak, karena proses berkomunikasi itu sebenarnya tidak mudah. Pun dengan bernafas! Kalau tiga kata  itu pendapat pribadiku, hehe.

Ya, karena kita emang bisa bernafas dengan mudah ketika sedang leyeh-leyah di tempat tidur atau relaksasi dengan breathing exercise seperti yang diajarkan Matthias Witzel, psikoterapi asal Jerman yang jadi trainerku beberapa waktu lalu. Tapi di kesempatan lain, bernafas yang katanya simpel  itupun bisa menjadi hal yang luar biasa sulit. Nggak percaya? Tanya orang yang asmanya kambuh atau ketika kamu berlari untuk sekian waktu tertentu tanpa istirahat. Kamu pasti butuh waktu untuk mengatur nafas agar bisa menghirup udara dengan tenang.

Nah, beberapa hari ini ada seorang temanku menyeletuk dan mempertanyakan perubahan sikapku.” Tumben kamu nggak banyak omong. Nggak kayak biasanya. Ada apaan sih, ngambek atau banyak pikiran nih? ”
Seolah hafal dengan dengan perilaku keseharianku yang cenderung mengubah diri menjadi “pendiam” ketika banyak hal mengecewakanku. Itu bahasa semiotika yang emang kuhadirkan untuk mengekspresikan diriku saat itu karena aku menganggap nggak semua hal harus selalu diucapkan. 

Proses komunikas yang kulakukan itu tentu saja nggak selalu bisa diterima dengan mulus oleh banyak pihak. Bisa jadi ketika aku “diam”, yang muncul justru kesalahpemahaman dengan menganggap aku ini angkuh, jutek dan galak karena lebih sering diam dengan sorot mata menembus ulu hati dan penuh kebencian. Hingga jarak itu pun semakin membentang jauh.  Maksudnya, stigma itulah yang akhirnya menempel dalam diriku. Bukan aku yang suka “ngekek”, low profile dan konyol seperti ketika aku melupakan diamku.

Memang, tak mudah mengidentifikasi cara orang komunikasi. Bahkan Frank Dance dan Carl Larson cukup pusing hingga punya ratusan definisi. Pun dengan The Oxford Englsih Dictionary.
Itu karena simbol  non verbal pun sebenarnya tidak mempunyai makna yang melekat. Semua tergantung pada konteks yang digunakan. Dan ketika aku lebih banyak menunjukkan gestur non verbal ”diam”. Itu bukan karena aku dengan stigma seperti yang kuceritakan di atas itu. Tapi karena aku emang benar-benar pengin diam. Menikmati kepusinganku, kekecewaanku, kebeteanku, bahkan berpikir dan mengutuk kenapa seorang pengecut masih saja diberkahi.

Aku yakin kamu tentu juga mengalami hal yang sama. Dan itu bagiku juga realitas. Itu something in the air. Not something in there…

-aku diam-
last september

Komentar

Postingan populer dari blog ini

miyabi ato maria o(s)awa........

kemarin siang ga sengaja mampir ke tempat penjualan DVD yang ada di lantai dasar matahari plasa simpang lima setelah 10 menit milih-milih n nyoba beberapa film di layar kaca milik si penjual. tiba-tiba ada seorang laki-laki paruh baya berkulit putih dan bermata sipit datang dan mendekat ke arah kasir clingak-clinguk liat sekeliling toko yang emang lagi ga banyak pengunjung "hmm...kok mencurigakan ni orang.jangan-jangan.."pikirku "mbak..ada miyabi ga ?"tanya lelaki itu. "apa itu ?? enggak ada, adanya maria osawa." tapi dengan segera si mbak penjaga toko meralat. "oooo..maria o(s)awa ya...hee..ada tapi cuma dua koleksinya"jawab penjaga toko "ya, dua-duanya..."jawab si om singkat dengan nada pelan, obrolan lelaki itu berlanjut dengan penjaga yang lain "pengen liat aja, wong di Jakarta lagi ngetrend. ini ambil dimana?? Jakarta apa Batam mas?? "di Jakarta aja kok. tapi ga banyak ambilnya......"kata penjag

Here's Yours

I want to share my feelings And I don't know how to start But every single word I say Is coming from my heart The first time that I met you All you said was "Hi" It was really just a simple word But it took my breath away You were very fun to talk with You were extremely sweet and kind I was in love with every thing you said You were amazing in my mind You fill my days with brightness You lift me up when I feel blue You make me feel like I'm someone special So I'd do anything for you For you, I'd walk across the desert So hot, without a breeze For you, I'd dive into the ocean And be swallowed by the seas I barely even know you, So this may be a surprise There's nothing that you could do wrong Because you're flawless in my eyes I always wonder where you are And I wish I could be there You're probably so far away But I can feel you everywhere. You're the constant beating in my heart You're the blood rushing t

Kisah Pemburu Angin

--> ”Matanya pusaran beliung dari kabar-kabar negeri ujung. Ia datang tanpa genderang Matamu penuh lukisan berwarna sephia muram yang menggumam. Geletarnya sampai ke sungsum dan si pemburu angin itu teperdaya tanpa luka untuk diriku sendiri.” Itu sajak untukmu... Dia berdiri sembari mengumbar senyum. Tulisan besar ''Hardrock Hotel'' tertimpa pendar cahaya itu memucatkan wajahnya. Namanya ? Ah, aku lupa siapa. Tapi wajah dan bibir itu selalu muncul tersapa. Dari bibir mungilnya keluar kalimat, ''Siap?'' Dan perbincangan dengannya, di bawah siraman lampu berpendar-pendar hotel mewah itu meluncur dengan deras. Santai dan banal. Perempuan itu sejak lama menginginkan dirinya bisa jadi langsing. Dia bercerita bagaimana repotnya melakukan itu. ''Nggak gampang loh Mas. Aku berkorban banyak. Salah satunya adalah dengan begadang terus-menerus hingga berbulan-bulan.'' Kalimatnya muram. Tapi guris senyum te