Langsung ke konten utama

Mereka dalam Hati


"Ma, kenapa kita nggak pasang bendera kayak Ilham?," si ibu hanya terdiam tak berucap.
Mungkin saja karena ia sedang berpikir kapan terakhir kali memasang bendera di depan rumahnya. Atau memikirkan tiang bendera yang nggak ada di depan rumah. Atau kebingungan mengingat  dimana dimana bendera yang udah lama banget nggak pernah dipasang saat 17-an itu tersimpan.

"Memangnya kenapa Ma?,"
Serbuan pertanyaan bocah tetangga berusia delapan tahun itu juga membuat aku kembali mengingat bendera dua warna kebanggaan Indonesia.

"Kapan  ya terakhir kali mengikuti upacara bendera 17 Agustus?," tanyaku dalam hati.
Yang jelas sudah luamaaa sekali. Tepatnya, jelas saja aku lupa. Tapi kalau di runut lagi, kira-kira selepas SMA aku tak pernah merasakan lagi siksaan upacara.

Kok siksaan...? ya, iyalah...
Mungkin karena tubuhku yang mungil jadi semua menuntutku untuk selalu berada di depan. Baris yang sangat tidak mengenakkan karena harus tersiksa dengan posisi tegak bak robot hingga sekian lama. aliran bulir-bulir keringat di kening dan dipunggung yang merembes di baju karena terik matahari. Belum menahan api  cemburu  mendengar suara cekikak-cekikik dibelakang dengan posisi badan yang disuka.

Kebosanan dan pemberontakanku berdiri di baris depan kadang ku luapkan dengan datang tidak tepat waktu alias telat. Kalau nggak apes berdiri di luar pagar sekolah berarti menyusul di baris belakang.
"Asyiiik..." pikirku. Adem berada dibalik tubuh teman yang lebih besar meski kadang aromanya  membuat pusing tak kepalang.

Atau sewaktu kuliah? sepertinya aku tidak pernah mengikuti upacara. Bagaimana tidak, di kampusku  ini tidak ada aturan yang namanya ospek, atau pembinaan yang berkaitan dengan latihan disiplin..hihiii.
Akibatnya beberapa teman dengan kompak menyindir."Dasar nggak nasionalis."
 
Nongol di tempat berlangsungnya upacara dan ikut nimbrung melakukan penghormatan pada merah putih? kayaknya yang beginian juga nggak pernah.
Paling hanya menonton siaran langsung di televisi. Tapi kapan terakhir aku melakukan itu? Lupa juga karena sudah terlalu lama...hee

Lantas kalau dihitung, sudah berapa lama aku nggak pernah lagi merasakan yang namanya upacara bendera. Menirukan teks pancasila dan proklamasi, mendengarkan derap kaki petugas pembawa bendera, menyimak pimpinan upacara berseru tentang pentingnya mengisi kemerdekaan, membaca doa hingga posisi berdiri yang membuat kaki pegal dan kesemutan..

***
"Apa arti kemerdekaan buat kamu dan bagaimana kamu memaknainya,"pertanyaan klise sering terdengar. Kalau dulu aku selalu menjawab dengan mantap. Belajar yang rajin agar bisa menjadi orang yang berguna bagi nusa dan bangsa.
O..o...
Lantas bagaimana kalau aku ternyata nggak belajar dengan rajin? pasti kemudian muncul kekhawatiran. Berarti aku nggak bakalan bisa menjadi orang yang dinginkan bangsa.

Pertanyaan itu terus terngiang.
Tapi kini, semua sudah berubah karena pagi terus berganti dengan malam. Waktu terus berlalu.
Akupun tak merasa harus berdiri tegak, memicingkan mata dan menatap nanar bendera berkibar di tiang dengan tangan menghormat untuk merasakan arti kemerdekaan

Pastinya kini jawaban itu tak lagi sama,  meski pertanyaan yang terlontar masih senada.
Aku juga akan menjawab tegas. ”Aku pilih merdeka hati saja.”
menghargai diri sendiri agar bisa merdeka. Aku rasa itu sudah cukup.

-Non-

more than just a flag
i wrote this notes in independence day and i posting in my blog when i look half-mast flag in sept 30

Komentar

Postingan populer dari blog ini

miyabi ato maria o(s)awa........

kemarin siang ga sengaja mampir ke tempat penjualan DVD yang ada di lantai dasar matahari plasa simpang lima setelah 10 menit milih-milih n nyoba beberapa film di layar kaca milik si penjual. tiba-tiba ada seorang laki-laki paruh baya berkulit putih dan bermata sipit datang dan mendekat ke arah kasir clingak-clinguk liat sekeliling toko yang emang lagi ga banyak pengunjung "hmm...kok mencurigakan ni orang.jangan-jangan.."pikirku "mbak..ada miyabi ga ?"tanya lelaki itu. "apa itu ?? enggak ada, adanya maria osawa." tapi dengan segera si mbak penjaga toko meralat. "oooo..maria o(s)awa ya...hee..ada tapi cuma dua koleksinya"jawab penjaga toko "ya, dua-duanya..."jawab si om singkat dengan nada pelan, obrolan lelaki itu berlanjut dengan penjaga yang lain "pengen liat aja, wong di Jakarta lagi ngetrend. ini ambil dimana?? Jakarta apa Batam mas?? "di Jakarta aja kok. tapi ga banyak ambilnya......"kata penjag...

Kisah Negeri Dongeng #3

Sophia memanggut. Pikirannya menjelajah ruang batin. Mencoba berpikir ulang. Mempertanyakan lagi perjalanan malam itu.  "Untuk Apa..." batinnya. Bukan untuk pria Jamaica, bukan untuk singkapan masa lalu. Entah.... yang terlintas di benaknya pada saat itu hanya satu.  "Untuk Thomas..? ."  Tidak. Batinnya menyanggah. Ini karena sepenggal kata. Tapi... Semua yang tak pernah terpikirkan terjadi. Sophia tak mampu menahan diri. Seperti apa akhir cerita itu. Sophia tidak pernah tahu. Thomas bergeming. Sophia pun tak pernah bertanya. Dan Thomas juga tak pernah mengisahkan akhir kisahnya. Semua lenyap seketika.  Ditelan malam. Gelap. Di hempas kemarau panjang. Kering. ****