Langsung ke konten utama

Tanpa Judul

Nayla masih saja memegang hp dan meletakkannya didada. Untuk kesekian kali tak terdengar suara balasan dari panggilan hp-nya.

"Ini sudah ke-15 kali,sms juga sudah kukirim hingga 5 kali," gumam Nayla.
Tapi sama sekali tak terdengar bunyi dering hp dari kekasihnya, Senja.

sudah lima jam Nayla tertidur di kamar kontrakannya. Ruangan berukuran 3x3 meter ini yang menemaninya menunggu jawaban dari Senja.

sementara tubuh mungilnya terus menggigil, kepala terasa berat dan mata berkunang-kunang.

"Aku sakit.. apakah kamu tahu sakitku ini Senja," ucap Nayla lirih. Ia terus saja berbicara dan bergumam sendiri.

"Kenapa tak kau jawab saja pesan singkatku atau teleponku. Aku hanya ingin tahu apa yang sedang kau lakukan disana.
sementara kau pun tak tahu apa yang sedang terjadi dengan diriku. Atau kau memang enggan untuk ingin tahu...
Kau cukup berkata dan tidak berdiam seperti ini..."

***

Tubuh Nayla semakin kepayahan. Ia tak mampu bangun dari tidurnya hanya untuk mengambil air putih di gelas yang terletak di samping sisi kasurnya. Sementara rasa dahaga terus saja mengoyak kerongkongannya yang kering. Bibirnya pun mulai pucat.

Di rumah kontrakan ini Nayla sendiri. Waktu menunjukkan pukul 11 malam. Derik jangrik yang biasa menemani kesendiriannya di malam hari dirumah yang berada ujung jalan, malam ini tak terdengar, entah kemana.

Hp masih di genggamnya. Kembali Nayla mencoba untuk menghubungi nomor Senja untuk ke-31 kalinya. Masih tak ada jawaban.

Sesaat Nayla mengingat kejadian setengah tahun lalu, ketika dirinya tak berhasil menghubungi kekasihnya itu. Rasa berkecamuk mulai mendera didada. Hingga suatu siang Nayla mendapat khabar dari seorang teman Senja.

"Senja kecelakaan semalam..."

****

Waktu menunjukkan pukul 2 pagi...dan Nayla pun belum juga berhasil menghubungi kekasihnya yang entah ada dimana.
Tubuhnya semakin lama semakin lemah, pucat dan tak mampu bergerak. Hp yang sejak tadi digemggam dan diletakkan didada sudah berpindah disamping tubuhnya.
Tangannya mencoba meraih hp dengan sekuat tenaga.Perlahan.
Dengan pandangan kabur, tubuh lemah dan tangan bergetar Nayla mencoba memencet tombol-tombol huruf di hp-nya.

"Mungkin ini sms terakhir untuk Senja sebelum semua memang benar-benar berakhir..," batin Nayla

Nayla mencoba menulis pesan di hp. "yank..."
Belum sempat menulis pesan kata berikutnya yang ingin ditulis untuk kekasihnya, tiba-tiba hp Nayla jatuh terpelanting di lantai.
Ia terkulai lemas dan sejurus kemudian matanya tertutup.

Waktu menunjukkan pukul 3.30 pagi.
Terdengar sayup-sayub petikan gitar dan suara laki-laki menyanyikan lagu D'masiv.

"Cinta ini membunuhku....."
Entah dari mana suara itu datang.

***

"Bau apa ni," kata beberapa orang yang berkerumun di depan rumah Nayla.

Rumah sepi, pintu dan jendela rumah kontrakan Nayla masih tertutup rapat. Lampu teras pun masih menyala. Tidak ada tanda kehidupan. Sementara beberapa warga terus saja ingin menuntaskan rasa penasaran ketika mencium bau tak sedap yang berasal
dari rumah Nayla.

"Seperti bau bangkai," kata mereka.

Pintu rumah kontrakan Nayla pun coba diketuk warga yg berkerumun. Tak terdengar jawaban dari dalam.

"Mungkin mbak Nayla pergi. Sudah 3 hari ini ga kelihatan," ucap salah seorang dari mereka.
"Tapi kenapa rumahnya bau sekali. Mungkin ada binatang yang mati di dalam rumah ini..."

Sesaat kemudian, Bude Mirah datang dengan tergopoh-gopoh. Ia pemilik kontakan tempat Nayla tinggal selama 3 tahun terakhir ini.

"Ada apa ?" tanya Bude Mirah penasaran melihat beberapa warga berkerumun di rumah kontrakan miliknya.

"Itu..kok di rumah mbak Nayla ada bau menyengat, takutnya mengganggu warga bude. Gimana kalau dibuka saja. Sampeyan kan punya hak sebagai pemilik rumah.."
"Ya sudah, saya ambil kunci duplikat dulu di rumah. Tunggu sebentar,"kata Bude Mirah.

**

Pintu depan rumah kontrakan Nayla pun terbuka perlahan. Beberapa warga masuk, begitu juga bude Mirah.

"Sepi..,"katanya. "Tapi kok baunya semakin menyengat. Coba diperiksa ke dapur atau kamar mandi,"

Beberapa warga yang masuk pun berkeliling dari ruangan ke ruangan. Mencari asal muasal bau bangkai di rumah kontrakan Nayla.
Hingga akhirnya bude Mirah berteriak histeris di depan kamar Nayla.

"Toloooonngggg......"

Bude Mirah melihat tubuh Nayla membujur kaku.

***

Komentar

doniriadi.blogspot.com mengatakan…
nayla yg hopeless...
knp memilih mati?
hidup terlalu berharga bilmana hanya untuk sebuah penantian tak berujung

Postingan populer dari blog ini

miyabi ato maria o(s)awa........

kemarin siang ga sengaja mampir ke tempat penjualan DVD yang ada di lantai dasar matahari plasa simpang lima setelah 10 menit milih-milih n nyoba beberapa film di layar kaca milik si penjual. tiba-tiba ada seorang laki-laki paruh baya berkulit putih dan bermata sipit datang dan mendekat ke arah kasir clingak-clinguk liat sekeliling toko yang emang lagi ga banyak pengunjung "hmm...kok mencurigakan ni orang.jangan-jangan.."pikirku "mbak..ada miyabi ga ?"tanya lelaki itu. "apa itu ?? enggak ada, adanya maria osawa." tapi dengan segera si mbak penjaga toko meralat. "oooo..maria o(s)awa ya...hee..ada tapi cuma dua koleksinya"jawab penjaga toko "ya, dua-duanya..."jawab si om singkat dengan nada pelan, obrolan lelaki itu berlanjut dengan penjaga yang lain "pengen liat aja, wong di Jakarta lagi ngetrend. ini ambil dimana?? Jakarta apa Batam mas?? "di Jakarta aja kok. tapi ga banyak ambilnya......"kata penjag...

Kisah Negeri Dongeng #3

Sophia memanggut. Pikirannya menjelajah ruang batin. Mencoba berpikir ulang. Mempertanyakan lagi perjalanan malam itu.  "Untuk Apa..." batinnya. Bukan untuk pria Jamaica, bukan untuk singkapan masa lalu. Entah.... yang terlintas di benaknya pada saat itu hanya satu.  "Untuk Thomas..? ."  Tidak. Batinnya menyanggah. Ini karena sepenggal kata. Tapi... Semua yang tak pernah terpikirkan terjadi. Sophia tak mampu menahan diri. Seperti apa akhir cerita itu. Sophia tidak pernah tahu. Thomas bergeming. Sophia pun tak pernah bertanya. Dan Thomas juga tak pernah mengisahkan akhir kisahnya. Semua lenyap seketika.  Ditelan malam. Gelap. Di hempas kemarau panjang. Kering. ****